Aku nggak nyangka ini bisa terjadi. Walaupun aku bakal
ngerasa ini pasti terjadi. Aku udah lama mencoba kuat buat ngadepin ini. Tapi,
ternyata hal itu nggak semudah yang aku bayangkan. Awalnya aku tau,
mendekatimu, menyukaimu, bahkan menyayangimu itu adalah kesalahan besar. Mungkin
jika aku protes pada tuhan, aku ingin bertanya mengapa tuhan memberikan rasa
itu kepadaku. Aku tau aku salah ketika aku menyutujui dan membiarkan rasa itu
mengalir dalam perasaan kita masing-masing. Semakin lama, semakin jauh dan aku
seakan lupa bahwa suatu saat kamu akan pergi. Tanpa aku sadari, semua berubah
ketika aku bersamamu. Perlahan, aku sadr aku mulai menjadi wnita yang kuat,
tegar, namun periang. Tutur kataku dan perilaku ku perlahan menjadi halus, aku
tau ini belum seberapa bagimu. Namun, jika kau ingin tahu, perlahan teman-teman
mulai berkata “aku senang berteman dengan mu, kamu makin dewasa. Pikiranmu juga
panjang, dan pakaian mu semakin anggun”.
Andai mereka itu tau, ingin sekali aku bilang “ya, kak oshi yang
mengajariku seperti ini. Lelaki hebat bukan?”. Ketika mereka mencibirmu dengan berkata”punya
pacar kenapa nggak pernah bareng?” aku ingin sekali bilang “soalnya, katanya
aku harus mandiri. Suatu saat kalo udah menikah dan dia bakal sering keluar
kota aku gak boleh bergantung ama dia“. Ah ya, aku jadi ingat. Aku sering
berkhayal –walau aku tau itu mungkin nggak akan terjadi- ketika kita bisa
berumah tangga, aku ingin ketika kamu pulang kerja, aku menyambutmu dengan
sebuah senyuman dan secankgir teh untuk sekadar melepas kepenatanmu di tempat
kerjamu. Hehe manis ya?.
Ingat gak dulu, kamu bilang kepada teman2ku “iya, kita
berdua putus, putuskan untuk menikah”. Sekarang?
Kata lanjutan itu mungkin akan tidak pernah terdengar lagi. Dulu kamu juga
berharap bahwa aku yang pertama dan terakhir buat kamu. Yaa sampai sekarangpun
aku masih tetap berharap. Karena, aku menginginkan seorang imam sepertimu
kelak, yang akan membimbingku menuju surga-Nya.
Terimakasih telah menjadikan ku menjadi seekor ulat yang
tengah berusaha menghindar dari bahaya-bahaya. Sekarang, pergilah kejar
cita-citamu. Selesaikan tugas kuliahmu. Aku ingin melihatmu memakai toga dan
mendapat gelar M. Nadzir Rasikhuddin, SE. Mungkin, aku bisa berfoto denganmu
ketika kamu telah berada di GWW. Aku ingin memberimu seikat mawar putih
disaana. Iya kamu tau kan aku suka mawar putih? Hehe. Selamat berpisah lelaki
hebat yang kini telah meretas menjadi seorang pengembara kehidupan. Tinggalkanlah
terus jejak-jejak kepemimpinanmu, keislamanmu, bahkan jejak berbisnismu. Kak nadzir,
itu cowok yang tangguh, ajaib, bahkan nyebelin. Itulah yang aku bakal rindukan
dari kamu. Semoga kamu bisa terus memberikan cerita-cerita inspiratif,
berdakwah lah sesuai dengan caramu. J
With love,
Navia Belladina